Di masa Rasulullah SAW terdapat seorang diplomat wanita yang ulung, Asma' binti Yazid. Ia seseorang yang pandai berkata-kata dan berani bertanya tentang berbagai hal terutama yang berkaitan dengan wanita.
Suatu ketika, Asma' menghadap Rasulullah SAW yang sedang bersama para sahabatnya. "Ya Rasulullah, bukankah Alloh SWT mengutus Anda untuk semua umat, baik pria maupun wanita. Kami beriman padamu dan pada Tuhanmu. Tapi, kami merasa diperlakukan tidak sama dengan kaum pria. Kami adalah golongan yang terbatas dan terkurung. Kerja kami hanya menunggu rumah kalian, memelihara dan mengandung anak kalian, dan menjadi tempat pemuas nafsu kalian," ujar Asma'. "Kami tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan sebagaimana kaum pria. Kami tidak diberi kesempatan mendapatkan pahala sholat Jum'at, menengok orang sakit, merawat dan mengantar jenazah, berhaji, dan amalan yang paling utama, jihad fi sabilillah. Ketika kaum laki-laki pergi haji atau berjihad, kami bertugas menjaga harta kalian, menjahit pakaian kalian, dan menjaga anak kalian. Apakah dengan itu kami tidak menyertai kalian dalam perolehan pahala?"
Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah SAW berpaling menatap para sahabatnya dan bertanya, "Pernahkah kalian mendengar pertanyaan yang lebih baik dalam soal agama selain dari wanita ini?"
Para sahabat menjawab, "Ya Rasulullah, kami tidak pernah berpikir dan menyangka wanita itu akan bertanya sedemikian jauh."
Rasulullah pun menjawab, "kau pahami dan sampaikan kepada kaummu ya Asma', kebaktianmu kepada suami dan usaha mencari kerelaannya telah meliputi dan menyamai semua yang dilakukan suami kalian."
Mendengar jawaban itu, gembiralah Asma'. Ternyata pahala yang bisa didapatkan wanita sebanding dengan pahala yang didapatkan laki-laki.
Wanita tak perlu merasa terhalang dalam menyampaikan aspirasinya. Wanita memiliki banyak peluang untuk beramal dan beribadah.
Dunia ini sungguh indah dengan beragam perhiasannya, makin lama pun makin membuai dan membius kita dengan fatamorgana. Jangankan berlomba-lomba beribadah, kadangkala mempertahankan akidah saja kita merasa malu, malu dianggap sok alim, malu dianggap sok suci. Tentu saja kita tidak suci, tentu saja kita tidak bersih. Sebaliknya, kadangkala kita berani berpendapat yang mungkin jelas merlawanan dengan agama, hanya agar nampaklah jati diri kita, hanya agar didengar suara lantang kita, meskipun yang kita katakan salah. Ingatlah sahabat, patutlah untuk kita senantiasa bercermin pada diri kita sendiri, berhati-hati dalam melangkah dan menentukan arah, baik untuk yang belum menikah dan telah menikah, apapun pilihan kita ingatlah pertanggungjawabannya. Semoga Alloh meringankan langkah kita.
Baca Selengkapnya..