5.4.10

Pahala dan Wanita

     Di masa Rasulullah SAW terdapat seorang diplomat wanita yang ulung, Asma' binti Yazid. Ia seseorang yang pandai berkata-kata dan berani bertanya tentang berbagai hal terutama yang berkaitan dengan wanita.
     Suatu ketika, Asma' menghadap Rasulullah SAW yang sedang bersama para sahabatnya. "Ya Rasulullah, bukankah Alloh SWT mengutus Anda untuk semua umat, baik pria maupun wanita. Kami beriman padamu dan pada Tuhanmu. Tapi, kami merasa diperlakukan tidak sama dengan kaum pria. Kami adalah golongan yang terbatas dan terkurung. Kerja kami hanya menunggu rumah kalian, memelihara dan mengandung anak kalian, dan menjadi tempat pemuas nafsu kalian," ujar Asma'. "Kami tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan sebagaimana kaum pria. Kami tidak diberi kesempatan mendapatkan pahala sholat Jum'at, menengok orang sakit, merawat dan mengantar jenazah, berhaji, dan amalan yang paling utama, jihad fi sabilillah. Ketika kaum laki-laki pergi haji atau berjihad, kami bertugas menjaga harta kalian, menjahit pakaian kalian, dan menjaga anak kalian. Apakah dengan itu kami tidak menyertai kalian dalam perolehan pahala?"

     Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah SAW berpaling menatap para sahabatnya dan bertanya, "Pernahkah kalian mendengar pertanyaan yang lebih baik dalam soal agama selain dari wanita ini?"
     Para sahabat menjawab, "Ya Rasulullah, kami tidak pernah berpikir dan menyangka wanita itu akan bertanya sedemikian jauh."
     Rasulullah pun menjawab, "kau pahami dan sampaikan kepada kaummu ya Asma', kebaktianmu kepada suami dan usaha mencari kerelaannya telah meliputi dan menyamai semua yang dilakukan suami kalian."
     Mendengar jawaban itu, gembiralah Asma'. Ternyata pahala yang bisa didapatkan wanita sebanding dengan pahala yang didapatkan laki-laki.
     Wanita tak perlu merasa terhalang dalam menyampaikan aspirasinya. Wanita memiliki banyak peluang untuk beramal dan beribadah. 
     Dunia ini sungguh indah dengan beragam perhiasannya, makin lama pun makin membuai dan membius kita dengan fatamorgana. Jangankan berlomba-lomba beribadah, kadangkala mempertahankan akidah saja kita merasa malu, malu dianggap sok alim, malu dianggap sok suci. Tentu saja kita tidak suci, tentu saja kita tidak bersih. Sebaliknya, kadangkala kita berani berpendapat yang mungkin jelas merlawanan dengan agama, hanya agar nampaklah jati diri kita, hanya agar didengar suara lantang kita, meskipun yang kita katakan salah. Ingatlah sahabat, patutlah untuk kita senantiasa bercermin pada diri kita sendiri, berhati-hati dalam melangkah dan menentukan arah, baik untuk yang belum menikah dan telah menikah, apapun pilihan kita ingatlah pertanggungjawabannya. Semoga Alloh meringankan langkah kita.
Baca Selengkapnya..

1.4.10

Kita


Di saat kita sendiri akan lebih banyak yang bisa kita pelajari. Namun saat kita bersama, akan jauh lebih banyak lagi yang bisa kita bagi. Saat kita sendiri, suasana jadi tenang dan tentram. Tapi sesungguhnya saat kita bersama, saat kedamaian menyelimuti hati-hati kita, saat senyum dan duka menghiasi hari-hari kita, saat makna hidup menjadi bahan diskusi kita, saat itulah kedamaian terasa begitu menyejukkan. Hari-hari adalah rentetan waktu yang bermakna karna kita tahu kebersamaan ini ada batasnya.
Dalam batas-batas kita, semoga jalan dapat kita jaga. Meski kerikil dan duri menggores luka, ataupun gulali meronakan jiwa, semoga itulah jalan menempuh ridhoNya.
Baca Selengkapnya..

11.7.08

Berpusing-pusing karna PSB

Pusiiiing.....
Gak seberapa sih, cuman liatnya jadi ikut ketar ketir karna kali ini adek ndiri yang mesti ikut seleksi. sejak terima hasil UASBN, saya pikir ia dapat hasil yang lumayan bagus (yah mungkin karna melihat cara belajarnya yang agak amburadul itu). Bahkan ada nilai 9 di bidang SAINS, duh bersyukur banget..
Dalam hati optimis bakal masuk SMP yang lumayan, meski masih pinggiran (karna sekarang kan rayonnya lebih dibatasi, meski ada 1 pilihan yang boleh lintas rayon). Karena kami memang tinggal di daerah pinggiran, otomatis aj kami jadi milih sekolah yang minggir-minggir.
Duh...ternyata jadi ortu emang musingin. Anak sekolah maunya sekolah negeri, murah (mungkin) jg bagus. Bisa ngebayangin lah kalo di swasta, mau cari sekolah yang bagus, duh..duitnya so pasti buagguuuuzzz deh...
Jaman sudah berubah, banyak godaan buat anak2 sekarang. Ada PS, Mall, Game Player, apapun lah yang jadi racun dunia anak2. Duh...adinda...Tak heran orang tua jadi makin pusing (meski ternyata hari gini di kota besar, pusat kota Surabaya, masih ada juga orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya). Rasanya di dunia yang makin tua ini, anak2 jadi cepat tua.
Dua hari setelah pendaftaran dibuka, adek masih masuk pilihan pertama, masuh dalam posisi yang aman. Tapi dua hari kemudian adek sudah bergeser ke pilihan kedua. Ah mungkin ini emang yang terbaik (karna emang ini yang dulu jadi keinginannya). Tapi dua hari kemudia, adek dah bergeser lagi ke pilihan ketiga. Makin pusing aja. Kawatir kalau-kalau adek tidak bisa masuk SMP Negeri.
Saya tidak tahu persisnya jika melihat lebih dalam. Tapi image SMP Negeri sangat melekat kuat di kepala. Selain dengan kualitas yang baik (yah..semoga demikian), juga biaya yang dapat dikatakan murah (saya pikir, paling tidak bila dibandingkan dengan sekolah swasta dengan kualitas sama, tentu sekolah negeri lebih murah).
Berbondong-bondong, berdesak-desakan, orang tua membawa bukti nilai putra-putrinya ke SMP Negeri yang dituju (tapi ternyata ada juga siswa yang berupaya mendaftar sendiri). Berharap dengan nilai di genggaman, putra-putri mereka dapat duduk di bangku kebanggaan bernama Negeri. Jadi ingat negeri yang tercinta. Berpusing-pusing dengan segala macam tetek bengek (yang kadang gak penting sama sekali), mengutak atik kurikulum secara berkala (tapi sering juga belum habis masanya sudah diobrak abrik lagi.
Oh negeriku...entah apa yang bisa kutuntut darimu...Hanya sampai sekarang dalam hati masih bertanya-tanya pada para penguasa, mau dibawa kemana pendidikan kita? Anak-anak bangsa yang sedemikian timpanya. Di saat globalisasi dan gombalisasi telah merambah, masih ada pula anak-anak yang tidak bersekolah. Dan sepertinya telah menjadi fakta, bahwasanya anak-anak yang tidak bersekolah ini makin banyak saja).

Oh...negeri...
Oh pemerintah...
Mau dibawa kemana pendidikan ini? Baca Selengkapnya..

27.4.08

Ketika Remo Meremokan Jalan

Sunggingan senyum mewarnai jalan raya pacar kembang, tak ayal juga membuat beberapa makhluk lain bersungut-sungut karena malam yang makin larut sedang ia terjebak dalam kemacetan yang tidak biasa. Entah ada acara apa hingga jalan yang lebarnya kurang lebih enam meter itu jadi sempit. Awalnya saya pikir ada kecelakaan atau mungkin hal lain. Tapi semakin dekat, saya jadi makin tahu apa yang membuat mobil-mobil yang biasanya agresif jadi lamban bergerak merangkak. Ternyata panggung yang lumayan megah menutupi hampir separuh jalan. Tentu saja hal ini mengundang banyak perhatian. Tapi nampaknya, para pemakai jalan ini juga jadi terhibur, tentu sangat jarang kita dapat menikmati kesenian istimewa ini tanpa harus pergi ke gedung, acara khusus yang mengundang kita, atau mungkin momen-momen spesial yang tak setiap kali ada.
Acara apapun itu, satu hal yang menggoda hati saya dan memaksa saya melirik adalah tari remonya. Di Jawa Timur, khususnya Surabaya, tari Remo menjadi sajian khas pada tiap acara, apalagi acara yang sifatnya spesial dan khusus. Entah itu di panggung atau pelataran, entah itu untuk menyambut kepala negara ataupun untuk acara tujuhbelasan. Bagi saya, tari Remo itu spesial, gerakannya yang menarik, rumit, dan lentur selalu membuat saya betah berlama-lama menikmatinya.
Dengan baju "kebesaran" yang khas, gelang kaki yang besar dan gemerincing, penari laki-laki itu melenggang gemulai tapi tetap gagah. Malam ini tari remo benar-benar meremokan jalan, meramaikan suasana yang biasanya sunyi. Merepotkan memang, tapi saya jadi terharu, tertegun dengan tarian yang menurut saya istimewa ini. Kalau saja tidak menghalangi jalan dan saya tidak terlanjur janji pulang cepat, mungkin saya akan berlama-lama di sini...

[27 April 2008] Baca Selengkapnya..